Cover Belakang

Dari sejak lahir hingga memulai usaha membuat mebel, tidak ada tanda-tanda bahwa Jokowi akan menjadi pre-siden. Bintangnya bersinar setelah dapat mengekspor mebel. Berhasil menduduki kursi walikota hingga kursi presiden, tidak lepas dari peranan Megawati Soekarno-putri yang menjabat Ketua Umum PDI Perjuangan sejak sebelum Jokowi menjadi Ketua Asmindo Solo. Dalam pemilihan gubernur dan pemilihan presiden, Jokowi ber-sama PDI Perjuangan harus menembus barikade SARA yang dipasang oleh pihak lawan dan berhasil dilewati berkat dukungan para relawan termasuk Grup Musik Slank. Disertai kegigihan mempertahankan politik non-transaksional, akhirnya terbuka lembaran baru Sejarah Indonesia, presiden terpilih dapat menjalankan kekuasa-an sesuai amanat UUD yang menganut sistem presiden-siil. Jalan penuh liku menuju kekuasaan yang juga meng-ungkap masalah suku dan adanya Tuhan yang berbeda. Ditulis agar dapat dibaca oleh banyak orang yang meng-inginkan bangsanya menjadi bangsa yang hebat. (Cover Belakang)

Minggu, 31 Mei 2015

Visi dan Misi Pemerintahan Jokowi



Bahwa Jokowi sudah menyadari akan tugasnya terhadap PDI Perjuangan, dapat dilihat dari visi dan misi calon presiden dan calon wakil presiden yang diserahkan ke KPU. Visi dan misi itu juga visi dan misi dari Jusuf Kalla karena calon presiden dan calon wakil presiden adalah satu paket. Visi dan misi itu juga harus menjadi visi dan misi kabinet yang membantu Jokowi dan harus menjadi visi dan misi seluruh jajaran pemerintahan Jokowi, bahkan karena Jokowi mendapat dukungan lebih dari 50 % suara pemilih Indonesia, visi dan misi itu harus menjadi visi dan misi bangsa Indonesia. Isi visi dan misi tersebut adalah:
“Kami berkeyakinan  bahwa bangsa ini mampu bertahan dalam deraan gelombang sejarah, apabila dipandu oleh suatu ideologi. Ideologi sebagai penuntun; ideologi sebagai penggerak; ideologi sebagai pemersatu perjuangan dan ideologi sebagai bintang pengarah. Ideologi itu adalah Pancasila 1 Juni 1945 dan Tisakti.”16) 
Dengan mencantumkan Pancasila 1 Juni 1945 di dalam visi dan misinya, sangat jelas bahwa perjuangan Jokowi dalam menjalankan roda pemerintahan selama lima tahun ke depan akan sejalan dengan cita-cita PDI Perjuangan yang menjadikan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai ideologi partai. (Buku Jokowi dan Ben Hur halaman 235-236)

Sabtu, 30 Mei 2015

Motivasi Mahfud MD menjadi Ketua Tim Sukses Prabowo - Hatta



Sebaliknya Mahfud MD pada tanggal 22 Maret 2014 mengatakan kepada wartawan bahwa perjuangannya demi Islam, "Sebagai pemain politik, saya mengikuti apa yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali bahwa memperjuangkan nilai kebaikan agama itu tak akan efektif kalau tak punya kekuasaan politik. Nilai luhur agama adalah saudara kembar dari perjuangan politik. Dengan kata lain, jika kewajiban mensyiarkan nilai kebaikan Islam tak bisa efektif kalau tidak berpolitik, maka berpolitik itu menjadi wajib pula hukumnya."6) (Buku Jokowi dan Ben Hur halaman 137)


Jumat, 29 Mei 2015

Ada Tuhan yang berbeda



Dalam diskusi Indonesia Lawyers Club pada tanggal 14 Oktober 2014 yang membahas masalah tersebut, Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Nusron Wahid mengatakan, “...di atas hukum agama dan hukum adat ada konstitusi, ketika kita ini bernegara maka acuannya adalah kostitusi. Kita ini orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang ada di Indonesia.... “
Apa yang dikatakan oleh Nusron Wahid ditanggapi oleh FPI dengan mengatakan, “FPI tetap menjunjung tinggi hukum Allah di atas hukum mana pun, adapun beliau mengatakan hukum konstitusional lebih tinggi dari hukum Agama, atau hukum Allah atau Alquran, jadi saya beritahukan kepada seluruh anggota GP Ansor di seluruh Indonesia, mulai besok lebih baik baca ayat-ayat konstitusional dari pada baca ayat-ayat suci Alquran, kalau ada yang meninggal engga usah dibaca Yasin tetapi bacakan ayat konstitusional, itu keputusan dari Ketua GP Ansor..”19)
Tentu saja apa yang dikatakan oleh FPI sangat benar. Jika Alquran memang benar berisi hukum Allah, sangat jelas bahwa konsekuensinya hukum itu harus ditempatkan lebih tinggi dari hukum apa pun yang dibuat oleh manusia. Sangat keliru menempatkan hukum buatan manusia di atas hukum Tuhan. Tetapi apakah benar ada Tuhan yang membuat hukum atau menurunkan hukum? Ini masalah lain yang perlu dipertanyakan dan dicari buktinya.
Dari sejak kemerdekaan hingga sekarang, adanya Tuhan yang berbeda belum pernah dicari penyelesaiannya. Seharusnya menyatukan bangsa akibat ada Tuhan yang berbeda jauh lebih mudah diselesaikan, karena pemikiran manusia dapat diubah, berbeda dengan perbedaan warna kulit atau asal usul atau etnis yang tak mungkin diubah. (Buku Jokowi dan Ben Hur halaman 118-119)

Kamis, 28 Mei 2015

Prestasi bangsa Indonesia mengatasi perbedaan etnis



Perbedaan etnis adalah pemberian Tuhan yang tidak mungkin dihilangkan selama kita hidup di dunia. Orang dapat saja berusaha mengubah warna kulit, yang hitam menjadi lebih terang dengan dukungan teknologi kedokteran moderen atau melakukan operasi agar mata sipit menjadi belo tetapi pada hakikatnya etnis yang melekat sejak lahir tidak mungkin diubah. Bahwa sentiman berdasarkan keturunan dapat diatasi oleh bangsa Indoesia adalah prestasi yang sangat cemerlang, semangat persatuan yang diimpikan Sukarno sejak masa kecil, sudah terwujud dan terbukti dapat diwujudkan. (Buku Jokowi dan Ben Hur, halaman 103)

Kesalahan dalam Pembukaan UUD 45





Perubahan yang dilakukan dalam waktu singkat dan diputuskan secara tergesa-gesa tidak sempat memeriksa selusuh isi naskah UUD  tersebut agar sepenuhnya berjiwa kebangsaan. Di dalam pembukaan UUD itu ada kata-kata “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa” sedangkan di bawahnya tercantum “Ketuhanan Yang Maha Esa” dan hingga sekarang belum pernah ada penjelasan resmi dari pemerintah, apa yang dimaksud dengan Tuhan di dalam “Allah Yang Maha Kuasa” dan apa bedanya dengan Tuhan di dalam “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Perbedaan tersebut bukan masalah sederhana dan sangat mendasar yang menyebabkan perjalanan bangsa ini terus terseok-seok, diganggu oleh beragam keributan, kerusuhan, bahkan tindak kekerasan. Ada kemungkinan bahwa pertentangan yang terjadi yang mengiringi pemilihan presiden kali ini juga didasari masalah yang ada di pembukaan UUD tersebut. (Buku Jokowi dan Ben Hur, halaman 14)